Kondisi Hutan Mangrove di Pantai Utara Cirebon

Kerusakan hutan mangrove di pantai utara (pantura) Cirebon, Jawa Barat, kian luas. Saat ini hutan mangrove di Kabupaten Cirebon tinggal 70 hektare atau 5,4 kilometer (km) dari 54 km garis pantai.  Berdasarkan pantauan, dari 54 km garis pantai di wilayah Cirebon hanya ada 10% dari yang kondisinya baik dan masih ditumbuhi hutan mangrove. Selebihnya mengalami pendangkalan yang antara lain disebabkan tumpukan sampah serta abrasi. Seperti terlihat di pantai Pasindangan, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon. Abrasi sudah menggerus areal pertambakan. Air laut maju ke arah darat sekitar 50 meter. “Setidaknya sudah ada 10 hektare daratan yang hilang dalam tiga tahun terakhir ini,” kata Kepala Desa Pasindangan Misnadi.  Tidak hanya itu, sampah yang terdiri dari plastik, kain hingga kaleng pun menggunung di tepi pantai. Bahkan tidak hanya di Pantai Pasindangan, tumpukan sampah pun ditemukan di hampir semua muara sungai di sepanjang pantai Kabupaten dan Kota Cirebon. Antara lain di muara Sungai Bondet, Kesenden, Cangkol, Mundu hingga Gebang.
Sementara itu, Ketua Komunitas Pecinta Sungai Kabupaten Cirebon Bambang Sasongko mengungkapkan, akibat menumpuknya sampah dan abrasi membuat bibit bakau yang ditanam untuk penghijauan pantai hanya 30% saja yang bisa tumbuh. Menurut Bambang, saat ini di wilayah Cirebon hutan mangrove hanya ada di Kecamatan Pangenan dan Losari. “Luas arealnya hanya sekitar 70 hektare atau hanya 5,4 km garis pantai,” katanya. Sisanya masih berbentuk tanah kosong bekas tambak, bahkan perumahan penduduk. Di sisi lain, Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon Iskukuh mengungkapkan luas hutan bakau di pesisir Kabupaten Cirebon pada 20 tahun lalu masih ada 54 km. “Pembukaan tambak udang membuat hutan bakau berkurang drastis,” katanya.

Hutan mangrove di pesisir utara Cirebon sebelumnya memiliki produktivitas primer yang termasuk tinggi karena hutan mangrove dapat memberikan kontribusi besar terhadap kelangsungan hidup organisme yang hidup pada ekosistem tersebut. Namun, karena Kerusakan hutan mangrove di pantai utara (pantura) Cirebon, Jawa Barat, kian luas dikarenakan adanya pendangkalan akibat dari proses sedimentasi dalam skala besar dan luas dapat merusak ekosistem mangrove karena tertutupnya akar nafas dan berubahnya kawasan menjadi daratan. Selain itu, permasalahan lainnya adanya tumpukan sampah yang mengakibatkan penurunan kandungan oksigen yang terlarut dalam air, mengalami dekomposisi sehingga menghasilkan hidrogen sulfida (H2S) dan amoniak (NH3) yang keduanya merupakan racun bagi organisme yang hidup pada rantai makanan ekosistem tersebut.  Adapula sampah padat yang dapat mengakibatkan kematian pohon-pohon mangrove dan pertambakkan udang mengakibatkan terganggunya pula siklus rantai makanan, energi dan materi pada ekosistem tersebut.

Daun mangrove yang gugur  yang menghasilkan gula lewat proses fotosintesis hanya memakai energi matahari dan C02 dari udara pada tingkatan trofik ekosistem mangrove sebagai produsen. Kemudian detritus (pengurai) pada tingkatan trofik sebagai dekomposer pada ekosistem ini yaitu mikrobial menghancurkan atau menguraikan senyawa organik yang berasal dari penghancuran luruhan daun dan ranting mangrove yang jatuh ke substrat perairan pada ekosistem mangrove.  Daun mangrove yang mengalami perubahan komposisi senyawa di konsumsi oleh kepiting, kerang dan udang, pada tingkatan trofik sebagai konsumen tingkat II. Pada rantai makanan, aliran energi dan materi pada ekosistem ini juga timbul predasi yaitu siklus pemangsa dan dimangsa dimana ikan, burung bangau pada tingkatan trofik menempati posisi konsumen tingkat III.

Rantai makanan yang terdapat di ekosistem mangrove dengan rantai makanan di tambak

Konversi ekosistem mangrove menjadi tambak merupakan faktor utama penyebab hilangnya hutan mangrove dunia, tidak terkecuali di pesisir utara Jawa Barat ini. Di kawasan umumnya terdapat banyak pertambakan udang dengan salinitas tinggi sehingga ekosistem mangrove di kawasan ini mengalami perubahan dan penurunan secara perlahan. Mulai dari tingkatan trofik bukan lagi di awali dari daun mangrove yang gugur sebagai produsen tapi plankton yang mempunyai peranan penting dalam mengatur kelangsungan hidup biota perairan. Kemudian di konsumsi oleh oleh udang dimana pada tingkatan trofik sebagai konsumen tingkat II.

Bagan rantai makanan, alir energi beserta materi setelah terjadinya perubahan lahan konversi menjadi tambak udang


Pada perubahan ekosistem mangrove menjadi lahan tambak udang rantai makanan, aliran energi beserta materi juga mengalami perubahan. Dimana detrivitor  pada  lahan tambak udang ini adalah plankton, plankton terdiri dari fitoplankton  dan zooplankton. Dimana fitoplankton merupakan organisme memilki kandungan unsur hara yang berlebih dan ini sangat sesuai dengan kondisi yang kaya unsur hara dan kecendrungan kandungan oksigen terlarut yang rendah.  Selain itu ada zooplankton, organisme ini sering memangsa fitoplankton. Plankton pada lahan udang di konsumsi oleh udang, pada tingkatan trofik sebagai konsumen tingkat II.

Sumber :

http://www.mediaindonesia.com/read/2009/10/10/101831/123/101/Hutan-Bakau-di-Pesisir-Cirebon-Tinggal-54-Km-Garis-Pantai

http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/kondisi-umum-daerah-jabar

Program Studi Ilmu Kelautan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Jatinangor

2010